Menguak Sisa-sisa Perjuangan Laskar Hizbullah yang Terkubur

Ayuhan Nafiq, Ketua KPU Kab. Mojokerto Terbitkan Buku Sejarah. (prayogi)

Ayuhan Nafiq, Ketua KPU Kab. Mojokerto Terbitkan Buku Sejarah. (prayogi)


MOJOKERTO (BM) – Mojokerto pernah menjadi pengendali militer di Jatim di masa perjuangan merebut kemerdekaan 1945. Laskar Hizbullah adalah salah satu pasukan yang ditugaskan menghadang tentara sekutu. Sementara tak banyak buku-buku tentang sejarah maupun tanda-tanda peninggalan perjuangan kala itu yang masih tersisa. Ayuhan Nafiq, tergerak untuk menggali sisa-sisa perjuangan yang pernah terkubur.

Melalui sebuah penulisan buku berjudul ”Garis Depan Pertempuran” Laskar Hizbullah tahun 1945-1950, Ayuhan Nafiq Ketua KPU Kabupaten Mojokerto ini berhasil menemukan fakta-fakta baru. Bahkan dalam buku setebal 200 halaman itu, disebutkan hampir semua Tokoh Nasional pernah menginjak tanah Mojokerto.

”Saya tergerak menulis buku ini karena ada banyak hal yang tidak termuat dalam buku-buku sejarah selama ini ada. Termasuk tidak termuat dalam buku tentang peranan laskar Hizbullah,” ujarnya.

Padahal di dalam perjuangan revolusi setelah jatuhnya Kota Surabaya, aktivitas pemerintahan dan militer Jatim dipindahkan ke Mojokerto. Saat pembentukannya, ada dua pasukan yang dilatih dan dipersiapkan untuk menghadang tentara sekutu di Jawa. Yaitu, tentara Pembela Tanah Air (PETA) dan Hizbullah sebagai kekuatan cadangan.

”Termasuk dalam keprihatinan itu adalah tidak adanya penghargaan terhadap perjuangan Hizbullah,” terangnya. Hal itu terbukti bahwa di Mojokerto tidak satupun monumen atau bangunan yang dipersembahkan untuk memperingati perjuangan mereka.

Dia menceritakan, pada tahun 1980-an, saat pemerintah mulai menggalakkan penulisan sejarah perjuangan kemerdekaan dilanjutkan dengan membangun monumen perjuangan. Pemerintah seperti lalai mencantumkan nama Hizbullah di dalamnya.
”Saya sudah mendatangi semua monumen dan tempat terjadinya peristiwa perjuangan, baik di wilayah selatan maupun utara kali Brantas. Tidak menemukan nama tokoh Hizbullah disana,” ujarnya.

Dicontohkan, di Kecamatan Pacet dan Mojosari yang pernah menjadi medan pertempuran besar Agresi militer Belanda ke-2. Monumen yang ada maupun nama jalan tercantum atas nama pasukan Batalyon Sutjipto dan Batalyon Bambang Yuwono.
Padahal dalam pertempuran yang memakan banyak korban itu, pasukan utamanya adalah Laskar Hizbullah. Korban pertempuran didalamnya antara lain Kapten Majid Asmara dan Kapten Mat Yatim. Dua orang yang pernah dilatih tentara Jepang di Cibarusa, Bekasi, Jabar.

”Agak susah juga mengawali tulisan tentang sejarah Hizbullah. Karena tidak adanya sumber data berupa literatur atau pelaku peristiwa yang masih hidup,” imbuhnya. Tetapi untungnya masih ada sisa tulisan ketikan riwayat hidup maupun sekilas kesaksian pelakunya.

Seperti tulisan memoar Mayor Mansyur Solikhi, buku kenang-kenangan reuni Batalyon Moenasir dan tulisan yang diketik rancangan buku dibuat oleh DHD 1945 Mojokerto. ”Berangkat dari sumbar yang minim itu saya mencoba mencari literatur lain di perpustakaan di Mojokerto, Jombang dan Surabaya,” papar Alumnus Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Fisik Unim Mojokerto ini.

Penulisan buku relatif cepat terselesaikan. Tak lebih dari dua bulan mampu tersusun. Bahkan, mantan aktivis PMII Mojokerto ini menulisnya melalui phonsel Comunikator usang disela wktu-waktu senggang. Sebelum akhirnya dipindahkan ke Komputer untuk proses editor. ”Justru yang lama mengumpulkan data literaturnya,” tambahnya.

Dalam perjalanan penulisan itu, dia menyadari peran Mojokerto pada masa perjuangan revolusi sangat besar. Setelah jatuhnya kota Surabaya, semua aktivitas pemerintahan dan militer Jatim dipindahkan ke Mojokerto. Boleh dibilang pengendalian perjuangan di Jatim dilakukan dari Mojokerto. Dengan demikian Mojokerto merupakan daerah yang menjadi garis depan bagi perjuangan kemerdekaan di Jatim.

”Hampir semua tokoh besar pada saat itu pernah hadir di Mojokerto, termasuk Presiden Soekarno, Panglima Besar Sudirman, Tan Malaka, Jendral AH Nasution dan Perdana Menteri Amir Syarifudin.” Ujarnya. Termasuk fakta sejarah yang mengejutkan adalah foto Bung Tomo sedang berpidato yang menjadi ikon peristiwa 10 Nopember. ”Ternyata foto itu diambil saat Bung Karno berpidato di Alun-Alun Mojokerto,” tegas Yuhan.

Secara umum buku ini, menceritakan tentang peristiwa yang terjadi di Mojokerto dan sekitarnya. Mulai dari masuknya tentara Jepang, masa perjuangan kemerdekaan hingga penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. ”Saya berharap buku yang diterbitkan Azza Grafika (penerbit Jogjakarta) ini bisa menjadi awal dari studi sejarah tentang peran daerah Mojokerto pada masa lalu,” pungkasnya.

Selain itu, generasi muda yang membacanya turut memahami jika Mojokerto adalah wilayah yang sangat membanggakan. Bukan saja karena peninggalan Majapahit, tetapi Mojokerto pernah menjadi Ibukota Jatim di masa perjuangan. ”Buku ini berhasil tercetak sebanyak 1.000 buku. Sekarang 450 diantaranya sudah tersebar di 304 desa, tokoh agama dan mahasiswa,” (gie)

About Berita Mojokerto

Nama : PRAYOGI WALUYO Profesi : 1.Wartawan - Koran Harian Berita Metro 2. Toekang Jepret ULAR-ULAR: Keberadaan blog ini, sesungguhnya cuma berpijak pada satu tujuan yang sederhana. Saya ingin agar informasi yang terjadi di sekitar saya dapat terdokumentasi dan diketahui masyarakat Indonesia, yang memiliki kebiasaan mengail informasi di dunia maya. Karena itu, saya pun sangat terobsesi untuk mengisi blog ini dengan berbagai jenis informasi. Sebelum dan Sesudahnya, hanyalah terimakasih yang bisa saya sampaikan

Posted on 28 Juni 2013, in PENDIDIKAN MOJOKERTOku, SENI & BUDAYA, SERBA-SERBI. Bookmark the permalink. 2 Komentar.

  1. Mas, untuk bukunya dijual dimana ya? dan kalo saya mau beli harus menghubungi siapa?

Tinggalkan komentar